UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
IKATAN
PENASEHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)
HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARAINDONESIA (HAPI)
SERIKAT PENGACARA
INDONESIA (SPI)
ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI)
HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL (HKHPM)
DISAHKAN PADA TANGGAL:
23 MEI 2002
DI SALIN DAN DIPERBANYAK OLEH:
PANITIA DAERAH UJIAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA DKI JAKARTA
2002
NAMA : TRESIA ELMONDO
NPM : 09.840.0105
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
PEMBUKAAN
Bahwa
semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus
memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya.
Advokat
sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya
berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik,
memiliki kebebasan yang
didasarkan kepada kehormatan dan
kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian,
Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.
Bahwa
profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi
penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus
saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak
hukum lainnya.
Oleh
karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan
profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi,
yang pelaksanaannya diawasi
oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu
lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat
tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota,
yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya
terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan
demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan
profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap
Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik
kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama
kepada dirinya sendiri.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
a.
Advokat adalah orang
yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan
yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat,
Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan
hukum.
b.
Klien adalah orang,
badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari
Advokat.
c.
Teman sejawat adalah
orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Teman sejawat asing
adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan
praktek hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e.
Dewan kehormatan
adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang
berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana semestinya
oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap
seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.
f.
Honorarium adalah
pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan
kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya.
BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
Advokat
Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi
moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan
tugasnya menjunjung tinggi
hukum, Undang-undang Dasar
Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
Pasal 3
a.
Advokat dapat menolak
untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan
jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai
dengaN keahliannya
dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan
karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin,
keyakinan politik dan
kedudukan sosialnya.
b.
Advokat dalam
melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi
tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c.
Advokat dalam
menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh
siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.
d.
Advokat wajib
memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e.
Advokat wajib
memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga
atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi
profesi.
f.
Advokat tidak
dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan,
derajat dan martabat Advokat.
g.
Advokat harus
senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium
nobile).
h.
Advokat dalam
menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun
wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.
i.
Seorang Advokat yang
kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif
dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan
tidak diperkenankan
namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun
dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki
jabatan tersebut.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan
penyelesaian dengan
jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien
mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa
perkara yang ditanganinya
akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib
mempertimbangkan
kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya
yang tidak perlu.
f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan
perhatian yang sama
seperti terhadap perkara untuk mana ia
menerima uang jasa.
g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut
keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang
diberitahukan oleh klien
secara kepercayaan dan wajib tetap
menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan
klien itu.
i.
Advokat tidak
dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang
tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang
bersangkutan, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus
kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri
sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila
dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak
akan menimbulkan kerugian
kepentingan klien.
BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a.
Hubungan antara teman
sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan
saling mempercayai.
b.
Advokat jika
membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang
pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara
lisan maupun tertulis.
c.
Keberatan-keberatan
terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik
Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan
tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d.
Advokat tidak
diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e.
Apabila klien hendak
mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu
setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila
masih ada terhadap Advokat semula.
f.
Apabila suatu perkara
kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula
wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus
perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien
tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat
asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya
di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
a.
Surat-surat yang
dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat
ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan
dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
b.
Isi pembicaraan atau
korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak
berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
c.
Dalam perkara perdata
yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat,
termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika
itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau
dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.
d.
Dalam perkara pidana
yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e.
Advokat tidak
dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh
pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
f.
Apabila Advokat
mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara
tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya
boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g.
Advokat bebas
mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam
sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung
jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan
secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum
baik perdata maupun pidana.
h.
Advokat mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma (pro deo) bagi orang
yang tidak mampu.
i.
Advokat wajib
menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara
yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a.
Profesi Advokat adalah
profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam
menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan
Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang
dan Kode Etik ini.
b.
Pemasangan iklan semata-mata
untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama
dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c.
Kantor Advokat atau
cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan
kedudukan dan martabat Advokat.
d.
Advokat tidak
dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya
sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan
Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e.
Advokat tidak
dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk
mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan
tulisan.
f.
Advokat tidak
dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk
menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai
perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang
ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib
diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g.
Advokat dapat
mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul
perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan
kliennya.
h.
Advokat yang
sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga
peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa
pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti
dari pengadilan tersebut.
BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
a.
Setiap Advokat wajib
tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.
b.
Pengawasan atas
pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
BAB IX
DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara
pelanggaran Kode
Etik yang dilakukan oleh Advokat.
2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua
tingkat, yaitu:
a.
Tingkat Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah.
b.
Tingkat Dewan
Kehormatan Pusat.
3. Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada
tingkat pertama dan
Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat
terakhir.
4. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
a.
Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah;
b.
Dewan Pimpinan Pusat
pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai
anggota;
c.
Pengadu/Teradu.
Bagian Kedua
PENGADUAN
Pasal 11
1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:
a.
Klien.
b.
Teman sejawat Advokat.
c.
Pejabat Pemerintah.
d.
Anggota Masyarakat.
e.
Dewan Pimpinan
Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana Teradu menjadi anggota.
2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat
atau Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah dapat juga bertindak
sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum
dan yang dipersamakan untuk itu.
3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai
pelanggaran terhadap Kode
Etik Advokat.
Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
1.
Pengaduan terhadap
Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus
disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan
Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2.
Bilamana di suatu
tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3.
Bilamana pengaduan
disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah
meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk
memeriksa pengaduan itu.
4.
Bilamana pengaduan
disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan
Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau
melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN
CABANG/DAERAH
Pasal 13
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan
tertulis yang disertai
surat-surat bukti yang dianggap perlu,
menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya
pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari
pihak teradu harus
memberikan jawabannya secara tertulis
kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan, disertai surat-surat
bukti yang dianggap perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu
tidak memberikan jawaban
tertulis, Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan
bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan
tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan
hak jawabnya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana
diatur di atas dan
dianggap telah melepaskan hak jawabnya,
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa
kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan
Kehormatan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut
kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan
tersebut.
6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang
bersangkutan paling
tambat 3 (tiga) hari sebelum hari
sidang yang ditentukan.
7. Pengadu dan yang teradu:
a.
Harus hadir secara
pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang jika
dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
b.
Berhak untuk
mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.
Dewan Kehormatan akan
menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.
Perdamaian hanya
dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk
kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan
kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan
hukum yang pasti.
c.
Kedua belah pihak
diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara
bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan
didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak
tidak hadir:
a.
Sidang ditunda sampai
dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari dengan memanggil
pihak yang tidak hadir secara patut.
b.
Apabila pengadu yang
telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang
sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi
atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat
bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan
organisasi.
c.
Apabila teradu telah
dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah,
pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d.
Dewan berwenang untuk
memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai
kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.
Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
1.
Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya atas
3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis,
tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2.
Majelis dapat terdiri
dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc
yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan
dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3.
Majelis dipilih dalam
rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang
dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan
oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4.
Setiap dilakukan
persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh
membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua
Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5.
Sidang-sidang
dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.
Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
(1)
Setelah memeriksa dan
mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan keterangan
saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusan yang
dapat berupa:
a.
Menyatakan pengaduan
dari pengadu tidak dapat diterima;
b.
Menerima pengaduan
dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada
teradu;
c.
Menolak pengaduan dari
pengadu.
(2)
Keputusan harus memuat
pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada
pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
(3)
Majelis Dewan
Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam
sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(4)
Anggota Majelis yang
kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang
dilampirkan didalam berkas perkara.
(5)
Keputusan
ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan
untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
1.
Hukuman yang diberikan
dalam keputusan dapat berupa:
a.
Peringatan biasa.
b.
Peringatan keras.
c.
Pemberhentian
sementara untuk waktu tertentu.
d.
Pemecatan dari
keanggotaan organisasi profesi.
2.
Dengan pertimbangan
atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat dapat
dikenakan sanksi:
a.
Peringatan biasa
bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b.
Peringatan keras
bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar kode
etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
c.
Pemberhentian
sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat,
tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana
setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan
pelanggaran kode etik.
d.
Pemecatan dari
keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode
etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi
Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.
3.
Pemberian sanksi
pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti larangan untuk
menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4.
Terhadap mereka yang
dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan
atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah
Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
Dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan,
salinan keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan
kepada:
a.
Anggota yang
diadukan/teradu;
b.
Pengadu;
c.
Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
d.
Dewan Pimpinan Pusat
dari masing-masing organisasi profesi;
e.
Dewan Kehormatan
Pusat;
f.
Instansi-instansi yang
dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Bagian Kesembilan
PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSAT
Pasal 18
1.
Apabila pengadu atau
teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia
berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada
Dewan Kehormatan Pusat.
2.
Pengajuan permohonan
banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak
tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3.
Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku
pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat kepada
pihak lainnya selaku terbanding.
4.
Pihak terbanding dapat
mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh
satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5.
Jika jangka waktu yang
ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap
telah melepaskan haknya untuk itu.
6.
Selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan
bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7.
Pengajuan permohonan
banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah.
8.
Dewan kehormatan Pusat
memutus dengan susunan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu merangkap
Ketua Majelis.
9.
Majelis dapat terdiri
dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc
yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan
dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10.
Majelis dipilih dalam
rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang
dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota
Dewan lainnya yang tertua.
11.
Dewan Kehormatan Pusat
memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika
dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12.
Dewan Kehormatan Pusat
secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu
perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal
saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak
agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13.
Semua ketentuan yang
berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding
oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
1.
Dewan Kehormatan Pusat
dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2.
Keputusan Dewan
kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang
terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal dan waktunya telah
diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
3.
Keputusan Dewan
Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu
gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4.
Dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan
keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
a.
Anggota yang diadukan/teradu
baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
b.
Pengadu baik selaku
pembanding ataupun terbanding;
c.
Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah yang bersangkutan;
d.
Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang bersangkutan;
e.
Dewan Pimpinan Pusat
dari masing-masing organisasi profesi;
f.
Instansi-instansi yang
dianggap perlu.
5.
Apabila seseorang
telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi untuk
memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN
Pasal 20
Dewan
Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan
dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur didalamnya dengan
kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi agar diumumkan
dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.
BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
Kode
Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan
Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai
satu-satunya Peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di
Indonesia.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
1.
Kode Etik ini dibuat
dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, yang disahkan dan
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),
Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang dinyatakan
berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi Advokat di Indonesia tanpa
terkecuali.
2.
Setiap Advokat wajib
menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut dalam ayat
1 pasal ini.
3.
Komite Kerja Advokat
Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat
1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11 Februari 2002 dalam hubungan
kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintah.
4.
Organisasi-organisasi
profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan membentuk Dewan kehormatan
sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan disesuaikan dengan
Kode Etik Advokat ini.
Pasal 23
Perkara-perkara
pelanggaran kode etik yang belum diperiksa dan belum diputus atau belum berkekuatan
hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan tingkat banding akan diperiksa dan diputus
berdasarkan Kode Etik Advokat ini.
BAB XXII
PENUTUP
Pasal 24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya
Undang-undang tentang Advokat
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 23 Mei 2002
Oleh :
1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
Ttd.
Ttd.
H. Sudjono, S.H. Otto Hasibuan, S.H. MM.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
Ttd. Ttd.
Denny Kailimang, S.H. Teddy Soemantry, S.H.
Ketua Umum Sekretaris
Jenderal
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)
Ttd. Ttd.
H. Indra Sahnun Lubis, S.H. E.
Suherman Kartadinata, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI)
Ttd. Ttd.
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph. Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
Sekretaris/Caretaker Ketua Bendahara/Caretaker
Ketua
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
Ttd. Ttd.
Soemarjono S., S.H. Hafzan Taher, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
Ttd. Ttd.
Trimedya Panjaitan, S.H. Sugeng T. Santoso, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI)
Ttd. Ttd.
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H. Suhardi Somomoeljono, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
PERUBAHAN I
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
Ketujuh
organisasi profesi advokat yang tergabung dalam Komite Kerjasama Advokat
Indonesia (KKAI, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat
& Pengacara Indonesia (HAPI), dengan ini merubah seluruh ketentuan Bab
XXII, pasal 24 kode etik Advokat Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 23
Mei 2002 sehingga
seluruhnya menjadi :
BAB XXII
PENUTUP
Kode etik Advokat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,
yaitu sejak tanggal 23 Mei 2002.
Ditanda-tangani di: Jakarta
Pada tanggal: 1 Oktober 2002
Oleh:
KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA:
1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
Ttd. Ttd.
H. Sudjono, S.H. Otto Hasibuan,
S.H. MM.
Ketua Umum Sekretaris
Jenderal
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
Ttd. Ttd.
Denny Kailimang, S.H. Teddy Soemantry, S.H.
Ketua Umum
Sekretaris Jenderal
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)
Ttd. Ttd.
H. Indra Sahnun Lubis, S.H. E.
Suherman Kartadinata, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI)
Ttd. Ttd.
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph. Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
Sekretaris/Caretaker Ketua Bendahara/Caretaker Ketua
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
Ttd. Ttd.
Soemarjono S., S.H. Hafzan Taher, S.H.
Ketua Umum Sekretaris
Jenderal
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
Ttd. Ttd.
Trimedya Panjaitan, S.H. Sugeng T. Santoso, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI)
Ttd. Ttd.
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H. Suhardi Somomoeljono, S.H.
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar