PERKAWINAN
• Pengaturan sebelum UU No.1 Tahun
1974
1. Peraturan
Perkawinan campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken) Stb 1898 No. 158
2. Ordonansi
Perkawinan Indonesia - Kristen Jawa, Minahasa dan Ambon (huwelijke Ordonantie
voor Christen Indonesia Jawa, Minahasa en Amboina) Stb. 1933 No. 74 jo 36 - 607
jo LN 1946 No. 136
3. KUHPerdata
4. UU
No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan NTR – LN No. 1954 No. 98
• Undang-undang Perkawinan
Indonesia
1. Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP)
2. PP
No. 9 Tahun 1975
3. PP
No. 10 Tahun 1983
4. PP
No. 45 Tahun 1990
• Pasal 66 UUP : Segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan sejauh telah diatur dalam UU ini, dinyatakan
tidak berlaku
• Hal - hal yang tidak diatur dan
tidak bertentangan dengan UU masih tetap dapat dipakai
Pengertian
Perkawinan
• Pasal 1 UUP
–
“Perkawinan ialah
ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
–
Berisi arti dan tujuan
perkawinan
• Pasal 26 KUHPerdata
–
Tidak ada definisi
perkawinan
–
“Undang - undang
memandang perkawinan hanya dalam hubungan - hubungan keperdataannya saja”
• KUHPerdata tidak memandang
penting unsur - unsur keagamaan
Hakikat
Perkawinan
• UUP : Ikatan formal dan ikatan
bathin
• KUHPerdata : merupakan hubungan
hukum antara subjek-subjek yang mengikrarkan diri dalam suatu perkawinan –
hubungan tersebut didasarkan pada persetujuan terikat
Sahnya
Perkawinan
• Pasal 2 ayat 1 UUP : “Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu”
• Perkawinan mutlak harus
dilakukan menurut hukum masing - masing agama dan kepercayaannya, kalau tidak
maka perkawinan itu tidak sah
• Tidak ada perkawinan diluar
hukum agama dan kepercayaannya masing - masing
Pencatatan
Perkawinan
• Pasal 2 ayat 2 UUP :
–
“Tiap - tiap
perkawinan dicatat menurut undang - undang yang berlaku
–
Pencatatan perkawinan
bertujuan untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi yang
bersangkutan maupun bagi orang lain dan masyarakat
• Sebagai alat bukti tertulis
• Bersifat administratif
(pencatatan tidak menentukan sahnya suatu perkawinan)
• Pelaksanaan pencatatan
• Pasal 2 PP No. 9 Tahun 1975 :
1. Yang
beragama Islam : Pegawai Pencatat sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 32
Tahun 1954 tentang pencatatan NTR
2. Yang
tidak beragama Islam : Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil
Asas
Perkawinan
• Pasal 3 UUP : Asas Monogami
– Dengan pengecualian yang
ditujukan kepada orang yang menurut hukum dan agamanya mengijinkan beristeri
lebih dari seorang
• Poligami (Pasal 4 ayat 2 – PP
No. 9 Tahun 1975 Pasal 41 sub.a)
•
Syarat alternatif:
1. Isteri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
2. Isteri
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. Isteri
tidak dapat melahirkan keturunan
•
Syarat kumulatif Pasal (5 ayat 1 UUP):
1. Adanya
persetujuan dari isteri/ isteri - isteri (dalam hal persetujuan lisan harus
diucapkan di depan sidang pengadilan – penetapan)
2. Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri - isteri
dan anak-anak mereka
3. Adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri - isteri dan anak-anak
mereka
Syarat
Perkawinan
• Pasal 6 – 12 UUP
1. Adanya
persetujuan kedua calon mempelai
2. Adanya
ijin kedua orang tua/ wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
3. Usia
calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia calon mempelai wanita
sudah mencapai usia 16 tahun
4. Antara
calon mempelai tidak ada hubungan darah/ keluarga (keluarga sedarah garis
keturunan lurus kebawah, keatas dan menyamping, hubungan semenda, hubungan
susunan)
5. Tidak
berada dalam kaitan perkawinan dengan pihak lain
6. Bagi
isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi
untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka untuk
ketiga kalinya. (mencegah tindakan kawin cerai)
7. Tidak
berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda. (PP Pasal 39)
mengatur :
•
130 hari sejak
kematian
•
Putus karena
perceraian : 3x suci sekurang-kurangnya 90 hari
•
Isteri dalam keadaan
hamil sampai melahirkan
Akibat
Hukum dari Perkawinan
• Terhadap suami dan isteri (Pasal
30 s.d 34 UUP) :
–
suami isteri mempunyai
hak dan kedudukan yang sama
–
Domisili ditentukan
bersama
–
Persamaan dalam hal
melakukan perbuatan hukum
–
Suami kepala keluarga
sedangkan isteri adalah ibu rumah tangga
• Terhadap harta perkawinan (Pasal
35 s.d 37) harta benda dalam perkawinan
1. Harta
bersama
2. Harta
asal bawaan suami/isteri
3. Hadiah,
warisan
• Suami maupun isteri berhak
mempergunakan harta bersama dengan persetujuan kedua belah pihak (Pasal 26).
• KUHPerdata : jika tidak ada
perjanjian perkawinan, maka terjadi persetujuan bulat demi hukum, sehingga baik
harta bawaan maupun harta yang didapat selama perkawinan semuanya menjadi harta
persatuan
• Terhadap keturunan (Pasal 42 s.d
49)
• UUP mengatur tentang status anak
(Pasal 42 s.d 44);
1. Anak
sah
2. Anak
luar kawin
• Anak sah anak yang dilahirkan di
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
• Orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak
• Anak luar kawin – hanya
mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya.
• Adopsi : adopsi tidak diatur
dalam UUP maupun BW.
– Adopsi adalah tindakan hukum
yang dilakukan oleh seorang laki - laki untuk mengambil tanggung jawab
keturunan dari seorang anak yang bukan anaknya sendiri
• Dalam BW adopsi ini masuk
kedalam lembaga pengakuan
Perjanjian
Perkawinan
• Pasal 29 UUP
• Kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan.
• (tidak ditegaskan mengenai hal -
hal apa yang dimuat dalam perjanjian ini) – tidak melanggar hukum, agama dan
kesusilaan.
• Pasal 139 KUHPerdata : mereka
yang mengadakan perjanjian perkawinan adalah bermaksud untuk mengatur harta
kekayaan mereka
Perbandingan
• UU No.1 Tahun 1974
1. Perjanjian
diadakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan
2. Tertulis,
yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
3. Berlaku
sejak perkawinan dilangsungkan, mengikat terhadap suami, isteri dan pihak
ketiga
4. Selama
perkawinan perjanjian tidak dapat diubah, kecuali atas permintaan kedua belah
pihak, namun tidak boleh merugikan pihak ketiga
• KUHPerdata
1. Perjanjian
dibuat sebelum perkawinan berlangsung
2. Dengan
akta notaris
3. Sama
4. Selama
perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat diubah dengan cara apapun
Pencegahan
dan Pembatalan
• Pasal 13 s.d 20 dan Pasal 22 s.d
28
• Persamaan sebab
Yaitu, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan
perkawinan
• Perbedaan :
–
Pencegahan :
perkawinan belum dilangsungkan
–
Pembatalan :
perkawinan sudah dilangsungkan
Perkawinan Campuran
• Perkawinan campuran : (Pasal 57-
63 UUP)
• Pengertian perkawinan campuran
berbeda :
* Pasal 57 UUP :
–
Perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan Indonesia. (lebih sempit)
* Pasal 1 GHR (Regeling op de Gemengde
Huwelijken S. 1898 No. 158)
–
Perkawinan antara
orang-orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan. (tidak
ada pembatasan)
•
Hukum yang berlainan : perbedaan kewarganegaraan, tempat, golongan dan agama.
* Menurut UUP :
–
Seorang pria WNI kawin
dengan wanita WNA
–
Seorang wanita WNI
kawin dengan pria WNA
* Pasal 58 UUP :
–
Seorang melakukan
campuran dapat memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan dari suami/ isterinya
(menurut UU Kewarganegaraan)
Putusnya
Perkawinan (Pasal 38 - 41)
• Sebab - sebab putusnya
perkawinan :
–
Kematian
–
Perceraian
–
Atas keputusan
pengadilan
• Perceraian :
–
Perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan.
• Penjelasan Pasal 39 ayat 2 UUP
dan Pasal 19 PP No. 9/1975 :
Alasan penceraian bila salah satu
pihak sebagai berikut :
1. Berbuat
zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar
disembuhkan
2. Meninggalkan
yang lain selama 2 tahun berturut - turut tanpa ijin pihak yang lain dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya
3. Mendapat
hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung
4. Melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain
5. Mendapat
cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
suami/ isteri
6. Antara
suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
•
2 macam cara perceraian :
1. Cerai
talak
2. Cerai
gugat
•
Cerai talak
–
(Pasal 14 -18 PP yang
merupakan penegasan Pasal 39 UUP)
• Cerai talak khusus untuk yang
beragama Islam
• Pengajuan pemberitahuan secara
tertulis kepada Pengadilan oleh suami yang akan menceraikan isterinya
•
Cerai gugat
–
Perceraian yang
disebabkan oleh adanya gugatan lebih dulu oleh salah satu pihak kepada
Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan
• UUP - gugatan perceraian
• Penjelasan Pasal 20 PP
Gugatan perceraian dapat dilakukan
oleh :
1. Seorang
isteri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam
2. Seorang
suami atau isteri yang melangsungkan perkawinannya menurut agama dan
kepercayannya selain agama Islam
Akibat
Putusnya Perkawinan
• Pasal 41 UUP (PP tidak mengatur
akibat perceraian)
a. Ibu/
bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak -anaknya
b. Bapak
yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak
c. Pengadilan
mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan bagi bekas
isteri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar