Search

Total Tayangan Halaman

Kamis, 05 Juli 2012

HUKUM KONTRAK

A.     Istilah dan Pengertian
Istilah dan hukum kontrak
       1.      Overenkomssecht (Bahasa Belanda)
       2.      Contract of low (B. Inggris)
Kontrak adalah suatu perjanjian yang dituliskan dan kontrak dianggap sebagai pengertian yang lebih sempit dibanding perjanjian. Jadi kontrak adalah suatu media yang dibuat secara tertulis dan kontrak dikatakan lebih sempit karena perjanjian itu tidak tertulis sedangkan kontrak itu bentuknya tertulis.
Syarat sah perjanjian/kontrak (1320 BW)
       1.      Sepakat mereka yang membuat kontrak
       2.      Kecakapan
       3.      Hal tertentu
       4.      Klausa yang halal
Klausa yang halal seperti
       a.      Tidak bertentangan dengan UU
       b.      Kepatutan/kepantasan
       c.      Tidak bertentangan dengan kepentingan umum
Di dalam hukum perjanjian ada asas konsensualitas (sepakat). Jadi perjanjian itu jika sudah mencapai kata sepakat dan tidak melanggar hukum apabila sudah ada tanda tangan kedua belah pihak.
Ad.1. Sepakat mereka yang membuat kontrak
Asas konsensus berarti sepakat.
Suatu perjanjian dinamakan juga persetujuan berarti 2 pihak sudah setuju/bersepakat mengenai sesuatu hal. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitasnya.
Adakalanya UU menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diharuskan secara tertulis/dengan akta notaris tapi ini adalah suatu pengecualian.
Ad.2. Kecakapan
Syarat kecakapan dalam membuat suatu perikatan dituangkan secara jelas mengenai jati diri. Pasal 1330 BW menyebutkan orang-orang yang tidak cakap dalam membuat perjanjian (kontrak) adalah :
       1.      Orang-orang yang belum dewasa
Menurut 330 BW dewasa itu adalah yang berumur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
       2.      Mereka yang di bawah pengampunan
       3.      Orang-orang yang menurut penetapan UU.
Ad.3. Hal tertentu
Suatu hukum tertentu berkenaan dengan ketentuan yang menjadi isi dari kontrak suatu perjanjian pokok/objek suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Ad.4. Klausa yang halal
Syarat yang terakhir untuk sahnya perjanjian adalah adanya suatu sebab yang halal.
Yang dimaksud dengan sebab adalah isi suatu perjanjian itu sendiri.
Pasal 1335 BW menentukan : Bahwa perjanjian dinyatakan tidak mempunyai kekuatan jika dibuat tanpa sebab/dibuat berdasarkan sebab yang palsu/sebab yang terlarang.
Menurut pasal 133 BW perjanjian adalah sebuah perbuatan dimana seseorang mengikatkan diri dengan seseorang atau lebih.
Maka muncullah kontrak yaitu perjanjian itu sendiri yang dituliskan (perjanjian yang dilihat secara khusus).
Di dalam pasal 1233 perikatan itu lahir dari perjanjian dan UU. Bunyi pasal 1233 BW adalah Tiap perikatan itu dilahirkan karena adanya perjanjian.
Pada pasal 1365 BW muncul tentang hak dan kewajiban.
Mengapa perjanjian tidak selalu dapat dipersamakan dengan kontrak ? Karena pengertian perjanjian yang diberikan oleh pasal 133 BW tidak memuat kata perjanjian, dimuat secara tertulis akan tetapi pengertian perjanjian hanya suatu perbuatan dimana satu orang/lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang/lebih.

       B.     Defenisi
Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara 2/lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi/menghilangkan hubungan hukum.
Kontrak dapat diartikan sebagai suatu piranti perikatan yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi para pihak yang berkepentingan.
Dari uraian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa :
       1.      Kontrak merupakan piranti/media yang dapat menunjukkan apakah suatu perjanjian dibuat sesuai dengan syarat sah suatu perjanjian.
       2.      kontrak tersebut sengaja dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau di antara para pihak, apakah prestasi telah dijalankan/telah terjadi suatu wanprestasi.
       3.      Kontrak tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang berkepentingan sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak lain.
Bahwa kontrak perjanjian yang dituliskan sedangkan perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1313 BW.
Dari peristiwa itu timbullah perikatan.
       1.      Kalau dalam bentuk perjanjian baru berupa perikatan perkataan yang mengandung janji-janji/kesanggupan yang diucapkan.
       2.      Kalau kontrak adalah sudah merupakan perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai salah satu alat bukti para pihak.
Yang dimaksud dengan sebab yang palsu adalah suatu sebab yang dibuat oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu.

Akibat Hukum Kontrak
Akibat hukum dari kontrak adalah lahirnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Dalam sistem hukum perjanjian hak dan kewajiban disebut prestasi. Dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak pasalnya tidak dibikin cukup menjelaskan jenis barang/bentuk barang dan jenis bank.
Perjanjian nominatif yaitu sebuah perjanjian yang berklausul/hak-hak dari pihak yang berjanji sudah diatur sedemikian rupa dalam BW (KUH Per).
Ada 8 jenis UU yang ada dalam surat kuasa, jual beli, sewa menyewa, penghibahan, pemberian kuasa, penitipan barang dan lain-lain.
Perjanjian innominatif yaitu perjanjian yang klausul-klausul/hak dan kewajiban belum diatur dalam BW, perjanjian itu muncul dengan berkembangnya masyarakat. Ex : Sewa guna usaha (perjanjian cicilan kendaraan bermotor).
Frem use adalah pengembangan usaha yang ada investasinya/join venture.

Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 ayat (1) menyatakan : Disebutkan bahwa perjanjian yang dibikin secara sah adalah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.
Pasal 1338 ayat (2) menyatakan : Suatu perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik ketika perjanjian adanya ketidakpantasan maka;
Pasal 1338 ayat  mempunyai arti : Bahwa hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan.
Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut :
       1.      Kebebasan untuk membuat/tidak membuat perjanjian
       2.      Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
       3.      Kebebasan untuk menentukan/memilih klausa dari perjanjian yang akan dibuatnya.
       4.      Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian
       5.      Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
       6.      Kebebasan untuk menerima/menyimpangi ketentuan UU yang bersifat optional (pilihan)

Teknik Perancangan Kontrak
       A.     Para Pihak Dalam Kontrak
       1.      Perorangan
       2.      Badan usaha
Para pihak berfungsi sebagai subjek hukum yaitu orang yang berfungsi sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Kontrak yang tidak sah yaitu tidak akan mengikat kepada UU. Kontrak yang sah menjadi UU bagi pembuatnya.
       1.      Perorangan
Perorangan ini terdiri atas
       a.      Orang bujangan
       b.      Orang yang sudah berkeluarga/kawin (hubungan dengan harta bersama).
Perorangan/Usaha Perorangan
Perorangan adalah setiap orang yang dalam melakukan perbuatan hukum bertindak untuk dan atas namanya sendiri.
Sedangkan usaha perorangan adalah dalam melakukan perbuatan hukum dia diwakili atas pemiliknya yang hanya seorang, bertindak baik untuk dan atas namanya sendiri juga untuk dan atas namanya.
Bagi wanita/laki-laki yang telah berkeluarga kalau akan melakukan pekerjaan perjanjian harus mendapat persetujuan dari seorang isteri/suami.
       2.      Badan Usaha
Dari aspek hukum badan usaha sendiri terbagi atas 2 yaitu :
       a.      Badan usaha berbadan hukum
       b.      Badan usaha yang tidak berbadan hukum


a.      Badan Usaha Berbadan Hukum
       1)      PT (Perseroan Terbatas)
Yang perlu diketahui tentang PT ini untuk keputusan pembuatan suatu kontrak adalah siapa-siapa yang berhak mewakili perseroan tersebut dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini dapat diketahui dari 2 hal yaitu :
       a)      Apakah PT tersebut sudah berstatus badan hukum atau belum ?
Apabila belum berbadan hukum, maka yang berhak dan berwenang untuk bertindak keluar mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum adalah pemegang saham/pendiri perseroan. Untuk mengetahui apakah suatu PT sudah/belum berstatus sebagai Badan Usaha Berbadan Hukum adalah dengan melihat apakah akta pendirian PT tersebut telah mendapatkan pengesahan dari pejabat berwenang/belum.
b)      Sebaliknya apabila PT tersebut telah memperoleh status Badan Hukum, maka yang berhak dan berwenang untuk bertindak keluar mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum harus dilihat pada anggaran dasar (akta pendirian PT tersebut)
2)      Koperasi
Demikian pula halnya dengan koperasi, koperasi baru memperoleh status berbadan hukum ketika pendiriannya sudah disahkan oleh menteri/pejabat yang berwenang yaitu departemen/dinas koperasi.
3)      Yayasan
Yayasan juga merupakan berbadan hukum. Kapan yayasan disahkan jadi berbadan hukum ? Ketika yayasan tersebut disahkan oleh menteri kehakiman.
b.      Badan Usaha Yang Tidak Berbadan Hukum
1)      Perseoran Firma (Fa)
Pada firma ini apabila ada beberapa orang mengikatkan diri dalam bentuk firma. Bila melihat pada beberapa pasal yang memberikan pengertian mengenai keberadaan suatu firma maka kita melihat kekhususan-kekhususan antara lain :
a)      Beberapa orang persero menjalankan perusahaan dengan memakai suatu nama bersama.
Kata firma sendiri berarti suatu nama yang dipakai oleh beberapa orang untuk berdagang.
b)      Tiap-tiap persero berhak untuk bertindak keluar/melakukan perbuatan hukum maka perkataan itu akan mengikat seluruh persero lainnya.
c)      Tanggung jawab perseronya adalah bersifat pribadi untuk keseluruhan.
2)      Perseroan Comanditer (CV)
Pada dasarnya CV adalah firma yang mempunyai satu/beberapa orang persero, comanditer/persero diam. Jadi dalam suatu CV terdapat 2 macam persero yaitu :
1)      Persero comanditer
Persero yang hanya menyerahkan uang, barang sebagai pemasukan pada perseroan dan tidak ikut dalam pengurusan perseroan.
2)      Persero pengurus
Persero yang selain menyerahkan uang dan barang juga sekaligus sebagai penanggung jawab atas kepengurusan perseroan yang bersangkutan.

B.     Penguasaan Materi Kontrak
Penguasaan materi kontrak yang terdiri dari :
1.      Objek dan hakekat suatu kontrak
2.      Syarat-syarat/ketentuan yang disepakati
Ketika akan membuat sebuah kontrak telah menguasai materi yang akan dibuat tersebut. Materi kontrak akan dapat diketahui setelah diketahui objek perjanjian dan syarat/ketentuan yang disepakati para pihak.

1.      Objek dan Hakekat Suatu Kontrak
Objek kontrak disini tidak lain dari jenis perikatan yang akan dilakukan, artinya : Apabila ingin membuat suatu kontrak terlebih dahulu harus mengetahui kontrak apa yang akan dibuat.
Dengan demikian pembuat kontrak seyogyanya mengetahui secara rinci berbagai jenis perikatan. Ex :  Perikatan yang dapat dibagi-bagi yaitu beras 2 ton diambil dulu 1 ton besok sisanya 1 ton lagi.
Di dalam suatu kontrak bisnis yang perlu dirumuskan dengan baik dan tajam pada saat perancangan suatu kontrak adalah :
a.      Perumusan tentang adanya kesepakatan atas kesesuaian kehendak di antara para pihak, mengenai objek perjanjian dan hak/kewajiban untuk para pihak.
b.      Perumusan tentang adanya janji-janji yang dibuat oleh masing-masing pihak sebagai imbalan atas janji-janji/untuk kepentingan pihak yang lain, walaupun selalu ada kemungkinan dibuatnya kontrak yang berisi perjanjian sepihak.
c.      Perumusan tentang pihak-pihak pembuat kontrak dan informasi tentang kemampuan hukum/legal capacity dan pihak-pihak tersebut untuk melakukan tindakan hukum dan mengikatkan diri dalam kontrak.
d.      Perumusan tentang objek yang bernilai ekonomis perjanjian yang menjadi kausa seorang perancang kontrak harus memperhatikan dan menjamin objek perjanjian secara kausa.
Dari transaksi yang dibuat para pihak tidak bertentangan dengan :
1)      Undang-undang
2)      Kebiasaan
3)      Kesusilaan
4)      Dan lain-lain
e.      Penggunaan bentuk, wujud atau format tertentu atau yang diisyaratkan oleh hukum positif agar transaksi yang bersangkutan dapat memiliki kekuatan mengikat secara hukum.

2.      Syarat-syarat/ketentuan yang disepakati
Syarat-syarat/ketentuan-ketentuan yang lazim disepakati oleh para pihak dalam suatu kontrak adalah
a.      Besarnya harga jual beli, sewa menyewa, plafond kredit, dan lain-lain
b.      Objek/barang/merk
c.      Besarnya suku bunga kredit (kalau berbentuk kredit), suku bunga lecing (sewa guna usaha)
d.      Jangka waktu perjanjian sewa
e.      Cara-cara pembayaran
f.       Agunan kredit
g.      Biaya yang harus dibayar oleh pihak yang berkontrak
h.      Kewajiban untuk menutup asuransi
Suatu kontrak atau perjanjian harus memiliki syarat sah perjanjian yaitu :
a.      Kata sepakat
b.      Kecakapan
c.      Hak tertentu
d.      Sebab yang halal (pasal 1220 BW)
Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum kontrak/perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak yaitu dalam proses perundingan salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum. Ex : Meminjam uang, menjual tanah, dan sebagainya.
Padahal sebelum tercapainya kesepakatan final antara mereka mengenai kontrak bisnis yang dirundingkan. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pihak begitu percaya dan menaruh pengharapan terhadap janji-janji yang diberikan rekan bisnisnya. Jika pada akhirnya perundingan mengalami jalan buntu dan tidak tercapainya kesepakatan, maka menurut teori hukum kontrak klasik belum terjadi kontrak sehingga segala sesuatu biaya yang telah dikeluarkan tidak dapat dituntut kepada pihak lainnya.
Demikian pula janji dari developer yang tercantum dalam brosur-brosur yang diedarkan sebagai iklan menurut teori hukum kontrak klasik tidak dapat dituntut proses jawabnya karena janji-janji tersebut adalah janji prakontrak yang tidak tercantum dalam pengikatan jual beli. Akan tetapi menurut teori kontrak modern cenderung untuk menghapuskan syarat-syarat formal bagi kepastian hukum.
Dan lebih menekankan kepada terpenuhinya rasa keadilan, konsekuensinya pihak yang mengundurkan diri dari perundingan tanpa alasan yang bertanggung jawab maka pihak lain dapat menuntut atas kerugian biaya yang telah dikeluarkan. Demikian pula menurut teori kontrak yang modern, janji-janji pada kontrak dalam brosur-brosur periklanan promosi mempunyai akibat bahkan jika janji-janji tersebut diingkari.

Azaz Kebebasan Berkontrak dan Itikad Baik
Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya perjanjian/kontrak. Kehendak itu dapat dilakukan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala akibatnya.
Berdasarkan pasal 1338 (1) BW dinyatakan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai UU bagi para pihak yang membuatnya. Akan tetapi pasal 1338 (3) menyatakan : Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dalam melaksanakan haknya seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan debitur dalam situasi tertentu.
1.      Menurut Prof. Subekti
Jika pelaksanaan perjanjian/kontrak menurut hurufnya justru akan menimbulkan ketidakadilan, maka hakim mempunyai wewenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya. Dengan demikian jika pelaksanaan perjanjian/kontrak menimbulkan ketidakseimbangan/melanggar rasa keadilan maka hakim dapat penyesuaian terhadap hak dan kewajiban yang tercantum dalam kontrak tersebut.
2.      Menurut David Accan
Ada 4 tahapan yang melatarbelakangi kekuatan mengikatnya kontrak yaitu :
a.      Kontrakre (contracre) yaitu menitikberatkan kekuatan mengikat kontrak pada barang yang akan diserahkan/bukan pada perjanjian.
Kontrak jenis ini ada 4 macam yaitu :
1)      Mutuum yaitu meminjamkan barang untuk dimakan
2)      Commadatum yaitu meminjamkan barang untuk dipakai
3)      Devositum yaitu meminjamkan/menyerahkan barang untuk dijaga
4)      Pignus yaitu menyerahkan barang untuk pelaksanaan kewajiban (borogh)
b.      Contrac Verbis yaitu menekankan unsur mengikatnya kontrak tergantung pada kata-kata yang diucapkan.
Kontrak jenis ini juga terbagi 4 yaitu :
1)      Stipulation yaitu pertukaran kata-kata pernyataan dan jawaban
2)      Dictio docir yaitu pernyataan sungguh-sungguh yang melahirkan semacam
3)      Ius liberandum liberty yaitu kesaksian sumpah oleh orang ketiga untuk pihaknya.
4)      Votum yaitu sumpah kepada tuhan
c.      Contrac Litteris yaitu yang menekankan unsur mengikatnya kontrak pada bentuk tertulis.
Kontrak ini dapat dibagi 2 yaitu
1)      Explintio yaitu bentuk pemberitahuan khusus yang dicatat dalam buku kreditur, yang atas dasar catatan itu debitur terikat untuk membayar.
2)      Synocraphae yaitu kewajiban-kewajiban yang ditulis secara khusus.
d.      Contrac Consensus yaitu unsur mengikat kontrak jenis ini persetujuan para pihak.

Pembuatan Kontrak
1.      Bagian Pendahuluan
a.      Judul
b.      Tempat dan waktu pembuatan kontrak
c.      Komposisi
d.      Recital (pertimbangan/latar belakang)
e.      Ruang lingkup
2.      Ketentuan-ketentuan pokok
a.      Klausula transaksi
b.      Klausula spesifik
c.      Klausual antisipatif
3.      Ketentuan-ketentuan penunjang
4.      Ketentuan tentang aspek formalitas
5.      Bagian penutup
6.      Lampiran-lampiran kontrak

Bagian Pendahuluan
a.      Judul
Walaupun judul bukan merupakan syarat kontrak, namun sebagai identitas suatu kontrak judul merupakan mutlak adanya. Seyogyanya suatu judul kontrak dapat mengakomodir seluruh isi kontrak yang dibuat. Artinya antara judul dengan isi kontrak harus ada koneksi dan relevansi.
Bagaimanakah bila judul perjanjian tidak sesuai dengan isi perjanjian ? Menyebabkan batal, namun dalam menentukan arti dari sebuah judul banyak timbul kerancuan.
Sewa beli adalah suatu hubungan antara si pembeli dengan penjual dengan mempunyai hubungan hukum.
b.      Tempat dan waktu pembuatan kontrak
1)      Ada tempat dan waktu dibuat di awal pembukaan
2)      Ada tempat dan waktu yang dibuat dipisah
Ex : Di awal
Pada hari ini Bukittinggi, Senin tanggal tiga puluh bulan April tahun dua ribu tujuh (30.04.2007) kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Fungsinya : Adanya keyakinan atas keberadaan dan kehadiran para pihak pada waktu dan di tempat penandatanganan kontrak tersebut. Hal ini untuk mengurangi resiko : adanya sangkalan dari salah satu pihak bahwa ia pada tanggal tersebut dalam kontrak tidak berada sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak tersebut.
c.      Komposisi
Setelah kata-kata kami yang bertanda tangan di bawah ini, maka dilanjutkan dengan komposisi.
Komposisi adalah bahagian pendahuluan kontrak yang memuat data tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum.
Penuangannya adalah berupa :
1)      Uraian terperinci tentang identitas yang meliputi :
Nama
Pekerjaan
Domisili para pihak
2)      Dasar hukum yang memberikan kewenangan yuridis untuk bertindak dari para pihak (klausul untuk badan usaha).
3)      Kedudukan para pihak
Misal :         - Pihak pertama
- Pihak debitur
- Pihak penyewa
Ex : Komposisi sebagai berikut :
1)      Nama                  :  Budi
Pekerjaan           :  Swasta
Alamat               :  Jl. Raya…..Kec…..Kel……
Dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri selanjutnya disebut pihak pertama.
2)      Nama                  :  Lita
Pekerjaan           :  Swasta
Istri dari……dan hal ini dibantu oleh suaminya yaitu
Nama                 :  Bram
Pekerjaan           :  Swasta
Keduanya bertempat tinggal di Jln. Raya No…..Kel…..Kec….selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai debitur.
d.      Recital (pertimbangan/latar belakang)
Isi pasal-pasal kontrak
1)      Ketentuan umum
2)      Ketentuan pokok yaitu
a)      Klausula transaksional
b)      Klausula spesifik
c)      Klausula antisipaif
3)      Ketentuan penunjang  : Bagian penutup
         Lampiran-lampiran kontrak

Ketentuan umum
Bagian ini disebut juga bagian pertimbangan dari sebuah kontrak yang memuat latar belakang dari kesepakatan yang diadakan sewaktu kontrak. Contoh : kedua belah pihak terlebih dahulu memberikan pertimbangan sebagai berikut :
1)      Bahwa pihak kedua …….pembiayaan yang sangat peduli untuk mewujudkan tercapainya tujuan koperasi.
2)      Bahwa salah satu cara mencapai tujuan gerakan koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota adalah dengan jalan menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan usaha koperasi secara optimal.
3)      Bahwa untuk mencapai hasil usaha yang optimal dari kegiatan usaha koperasi yang dilaksanakan oleh pihak pertama melalui usahanya maka kegiatan usaha tersebut harus dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna.
4)      Bahwa agar kegiatan usaha pihak pertama dapat berdaya guna dan berhasil guna serta berkembang secara baik dan dengan meningkatnya kepercayaan anggota pihak pertama dan maka pihak I bersedia menggunakan jasa pihak ke II selaku pihak yang berpengalaman dan profesional dalam usaha pembiayaan.
e.      Ruang lingkup
Ruang lingkup ini didahului dengan kata “Berdasarkan”. Ex : Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka kedua belah pihak telah mufakat dan setuju untuk melakukan perjanjian………dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut ……….
Isi/Pasal Dalam Kontrak
Dalam suatu kontrak hampir pasti kita menemukan kata pasal secara sederhana, dapat digambarkan bahwa pasal adalah bagian dalam suatu kontrak yang terdiri dari kalimat/sejumlah kalimat yang menggambarkan kondisi dan informasi tentang apa yang disepakati baik apa yang tersirat maupun yang tersurat.
Bagaimana jika suatu kontrak tidak ditemukan pasal-pasal ? Jawab : Pasti akan ditemukan kesulitan dan mengidentifikasi alur daripada kontrak tersebut, kesulitan dalam mencari dan menemukan kondisi dan informasi apa yang disepakati.
Dapat disimpulkan fungsi pasal secara sederhana salah satunya adalah untuk menegaskan kondisi dan informasi serta pemahaman tentang suatu kontrak mengenai apa yang disepakati/diperjanjikan.
PT dan CV merupakan sebuah perjanjian.
Untuk optimalnya fungsi pasal dalam suatu kontrak maka pasal-pasal tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
1)      Berurutan
Artinya :
a)      Karena pasal-pasal tersebut mencerminkan isi dan kondisi kesepakatan maka ia harus dibuat secara kronologis sehingga memudahkan menemukan dan mengetahui hal-hal yang diatur oleh masing-masing pasal.
Contoh :
Pasal I
OBJEK JUAL BELI
Pasal II
HARGA
Pasal III
CARA PEMBAYARAN
Pasal IV
SANKSI
Pasal V
SENGKETA
b)      Ketegasan artinya bahasa yang digunakan sedapat mungkin menghindari kata-kata bersayap yang dapat menimbulkan interprestasi.
c)      Keterpaduan yaitu antara 1 ayat dengan ayat yang lain/antara 1 kalimat dengan kalimat lain dalam suatu pasal harus ada keterpaduan, mempunyai hubungan satu sama lain.
d)      Kesatuan artinya satu pasal mencerminkan satu kondisi namun demikian antara satu pasal dengan pasal yang lain saling mendukung.
e)      Kelengkapan artinya oleh karena satu pasal mencerminkan suatu kondisi maka pasal-pasal dalam berkontrak juga harus lengkap informasinya.

RECITALS
1.      Ketentuan Umum
Ketentuan umum memuat pembeberan istilah dan pengertian yang digunakan dalam suatu kontrak.
Ex :
Pasal 1
Ketentuan Umum
a.      Bank adalah Bank Mandiri yang berkedudukan di Jln. Sudirman No…. Bukittinggi.
b.      Debitur adalah  PT. Ind. Raya yang berkedudukan di Jln. Raya Bukittinggi No…. Bukittinggi.
2.      Ketentuan Pokok
Dalam ketentuan pokok memuat klausul-klausul yang terdiri dari :

a.      Klausula Transaksional
Berisi hal-hal yang disepakati oleh para pihak tentang objek, tata cara pemenuhan prestasi dan bagaimana tata cara pemenuhan kontra prestasi.
Objek adalah hal yang diperjanjikan.
Prestasi adalah kewajiban yang diberikan kreditur.
Kontra prestasi adalah pemenuhan kewajiban dan pelaksanaan kewajiban oleh debitur.
b.      Klausula spesifik
Berisi hal-hal khusus sesuai dengan karakteristik jenis perikatan/bisnisnya masing-masing. Hal inilah yang membedakan antara isi kontrak bisnis yang satu dengan isi kontrak bisnis yang lain. Ex : Bank tidak akan memberikan pinjaman sebelum adanya jaminan.
c.      Klausula antisipatif
Adalah klausul yang berisikan tentang hal-hal yang menyangkut kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi seperti :
1)      Perpanjangan kontrak
2)      Pengalihan hak dan kewajiban salah satu hak
3)      Penyelesaian sengketa
Prosesnya terbagi atas :
a)      Pilihan domisili
b)      Damai/cara arbitrase
Namun apabila ada perjanjian yang bertuliskan klausul arbitrase maka PN tidak berwenang untuk mengadili.
3.      Ketentuan Penunjang
Ada 3 klausul pula dalam ketentuan penunjang tersebut yaitu
1)      Klausula tentang condition precedent yaitu klausul yang memuat tentang syarat-syarat tanggung yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak sebelum pihak yang lain memenuhi kewajibannya.
2)      Klausula tentang affirmative covenants yaitu klausul yang memuat janji-janji para pihak untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian/kontrak berlangsung.
3)      Klausula tentang negatif covenants yaitu membuat tentang janji-janji para pihak untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama kontrak berjalan.

Bagian Penutup
Setidaknya ada 4 hal yang perlu diingat pada bagian ini yaitu :
1.      Sebagai suatu penekanan bahwa kontrak ini adalah alat bukti
Ex : Perjanjian dibuat dalam rangkap 2 masing-masing bermaterai cukup yagn mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk masing-masing pihak.
2.      Sebagai bagian yang menyebutkan  tempat pembuatan dan penandatanganan
Ex :                                          Judul
Pada hari ini, Senin tanggal dua puluh satu tahun dua ribu tujuh,
3.      Sebagai ruang yang menyebutkan sanksi-sanksi dalam kontrak.
Ex : Sebaiknya saksi 2 orang
4.      Sebagai ruang untuk mendapatkan tanda tangan para pihak yang berkontrak.

Lampiran-Lampiran
Lampiran-lampiran bila ada.
Yang perlu diketahui mengenai lampiran ini adalah
1.      Tidak semua/selalu kontrak mempunyai lampiran.
2.      Diperlukan lampiran dalam kontrak adalah karena terdapat bagian-bagian yang memerlukan penjelasan yang apabila dimasukkan dalam kontrak akan sangat panjang.
Ex : Gambar dan peta.
3.      Lampiran merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dengan perjanjian yang melampirkannya.

Out Put Kontrak = Requirement Contract
1.      Sepakat
2.      Cakap
3.      Hal tertentu
4.      Sebab yang halal
Karena pentingnya syarat-syarat hal tertentu bagi sahnya suatu kontrak, maka perlu dicermati masalah jumlah yang dijanjikan. Apakah suatu kontrak yang tidak menyebutkan dengan pasti jumlah barang yang diperdagangkan sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau dianggap sebagai janji prakontrak. Dalam hukum internasional berlaku doktrin : “No Quantity No Contract”, akan tetapi dalam sistem Common Law terhadap doktrin ini tidak diakui ada pengecualian yaitu dalam model kontrak (Output contract dan Requirement contract).
Dalam output contract pembeli menyanggupi untuk membeli berapapun jumlah barang yang akan dihasilkan oleh penjual/pemasok barang.
Jadi pad saat ditandatanganinya kontrak belum ada jumlah yang pasti mengenai jumlah barang yang dijual. Output contract lebih menguntungkan penjual karena dia yang menentukan jumlah barang yang dijual kepada pembeli sesuai dengan kapasitas produksi. Misal : Dalam pengadaan tenaga listrik.
Sedangkan requirement contract penjual menyanggupi untuk memenuhi berapapun kebutuhan dan permintaan pembeli. Jenis kontrak ini sangat menguntungkan pembeli karena dialah yang menentukan jumlah barang yang harus dipasok oleh penjual untuk memenuhi kebutuhan pembeli.
Dalam pasal 1333 BW menyebutkan bahwa : Barang yang menjadi objek perjanjian paling tidak harus dapat ditentukan jenisnya, mengenai jumlahnya tidak perlu sudah pasti pada saat kontrak dibuat tapi harus dapat dihitung kemudian.

Penafsiran Perjanjian
Jika terjadi suatu sengketa antara para pihak dan atas sengketa tersebut tidak ada pengaturan yang jelas dalam perjanjian yang telah disepakati, bukan berarti perjanjian belum mengikat para pihak atau dengan sendirinya batal demi hukum karena pengadilan dapat mengisi kekosongan hukum tersebut melalui penafsiran untuk menemukan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian dimaksud.

1.      Pasal 1342 BW mengatur :
“Jika kata-kata suatu perjanjian sudah jelas maka tidak diperkenankan melakukan penafsiran yang menyimpang dari kata-kata tersebut.”
Misal : Sudah jelas diperjanjikan bahwa kewajiban pihak pemborong membuat jalan baru bukan memperbaiki jalan yang sudah ada.
2.      Pasal 1343 BW
“Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran maka harus diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian.”
Misal : Apakah para pihak sesungguhnya bermaksud membuat perjanjian penitipan barang/sewa menyewa. Dalam perjanjian penitipan barang pihak yang menerima titipan bertanggung jawab terhadap kehilangan barang yang dititipkan, sedangkan sewa menyewa pihak yang menyewakan tempat tidak bertanggung jawab atas barang milik penyewa.
3.      Pasal 1344 BW mengatur :
“Jika suatu janji dapat diberikan 2 macam pengertian maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan.” Misalnya : Untuk barang yang tidak bergerak hukum yang berlaku adalah hukum benda/dimana benda tidak bergerak itu berada. Jadi meskipun demikian para pihak yang membuat perjanjian adalah WNI namun harus tunduk pada hukum dimana benda tersebut berada. Misal di negeri bagian California (USA) sekalipun.
4.      Pasal 1345 BW mengatur :
“Jika kata-kata dapat diberikan 2 macam pengertian maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian.”
Dalam hal ini harus diperhatikan apakah perjanjian itu bersifat konsensuil atau harus memenuhi formalitas tertentu/haruskah ada penyerahan barang/ uang sebagai syarat keabsahan perjanjian.

Berakhirnya Suatu Kontrak
Prestasi ada 3 macam yaitu :
1.      Memberikan sesuatu
2.      Melakukan sesuatu
3.      Tidak melakukan sesuatu (wan prestasi)
Wan prestasi yaitu :
1.      Melakukan tetapi berlawanan
2.      Tidak melakukan sama sekali
3.      Melakukan tetapi terlambat
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) menyebutkan hapusnya perikatan yaitu pada pasal 1381 BW sebagai berikut :
1.      Karena adanya pembayaran
Pembayaran dalam arti luas adalah pemenuhan prestasi baik bagi pihak yang menyerahkan uang sebagai harta pembayaran maupun bagi pihak yang menyerahkan kebendaan sebagai barang yang diperjanjikan. Misal : Ketika terjadi perjanjian jual beli si A memberikan  uang si B memberikan barang.
2.      Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
Ex : Si A menitipkan sisa uang sewa  ke PN karena si B (pemilik) tidak mau melanjutkan.
Yaitu suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang menolak menerima walaupun telah dilakukan dengan perantaraan juru sita uang/barang yang sedianya sebagai pembayaran tersebut disimpan/dititipkan kepada panitera PN dengan suatu berita acara yang dengan demikian hapuslah hutang piutang tersebut.
3.      Karena pembaharuan hutang
Ada 3 macam jalan untuk melaksanakannya :
a.      Apabila seseorang yang berhutang membuat perikatan suatu hutang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya.
b.      Apabila seseorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama yang oleh orang yang berhutang dibebaskan dari kewajibannya.
c.      Apabila akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa berhutang dibebaskan dari hutang lamanya.
4.      Perjumpaan hutang
Suatu perhitungan/saling memperhitungkan hutang piutang antara pihak I dengan pihak lain.
Ex : Si A dalam suatu hubungan hutang piutang menjadi kreditur pada Bank B, namun karena hutang piutang lainnya si A menjadi debitur si B.
5.      Karena pencampuran hutang
Terjadi demi hukum dengan mana piutang dihapuskan apabila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada satu orang.
6.      Karena pembebasan hutang
Adalah suatu pernyataan dengan tegas dari si berpiutang bahwa ia tidak lagi menghendaki prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan prestasi suatu perjanjian.
7.      Musnahnya barang yang terhutang
Suatu keadaan dimana barang yang menjadi objek perjanjian tidak dapat lagi diperdagangkan, hilang/sama sekali tidak diketahui apakah masih ada/tidak ada lagi yang disebabkan di luar kesalahan si berhutang/debitur/kejadian di luar kekuasaannya.
8.      Pembatalan
Sebagai salah satu hapusnya perikatan apabila salah satu pihak dalam perjanjian mengajukan pembatalan perjanjian dan pembatalan itu dikabulkan oleh hakim.
9.      Berlakunya suatu syarat batal
Sebagai suatu sebab hapusnya perikatan. Biasanya ditulis dengan perjanjian ini akan berakhir apabila……….          
1 0.    Lewatnya waktu (daluarsa)
Juga mengakibatkan batalnya perjanjian.

Kontrak dan Akta
Akta adalah suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.
Unsur penting untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan.
Sebuah akta yang tidak ditandatangani itu bukanlah suatu akta. Dari manakah kita lihat bahwa akta itu harus ditandatangani yaitu :
Pasal 1874 BW/pasal 4 ordonansi pasal 1587 No. 29 yaitu :
“Ketentuan-ketentuan tentang kekuatan pembuktian dari tulisan-tulisan di bawah tangan dari orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengannya”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan suatu kata maka akta itu harus :
1.      Ditandatangani
2.      Memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hubungan atas perikatan.
3.      Diperuntukkan untuk alat bukti.
Peristiwa hukum adalah peristiwa yang berakibat hukum dan akibat tersebut diatur oleh hukum.
Perbuatan hukum adalah perbuatan itu akibat dikehendaki.
Ex : Jual beli, sewa menyewa.
Akta itu sendiri ada 2 jenis :
1.      Akta autentik yaitu akta otentik dalam hal hubungannya dengan kontrak adalah kontrak yang dibuat oleh notaries.
2.      Akta di bawah tangan yaitu kontrak yang dibuat tanpa campur tangan notaris.
Kedudukan pembuktian akta di bawah tangan yaitu akta di bawah tangan ini tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah sebab yang mendasari ialah tanda tangan dari akta di bawah tangan itu kemungkinan masih dapat dipungkiri.
Kapan kita dalam perdata diperlukan data formil ?
Ketika kita berperkara secara perdata yang dicari itu hanya kebenaran formil :
1.      Pasal 1876 BW pada prinsipnya menyatakan bahwa :
“Barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan di bawah tangan diwajibkan membenarkan/mengakui atau memungkiri tanda tangannya.”
2.      Pasal 1877 BW
“Apabila tanda tangan itu dipungkiri maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan, tetapi apabila tanda tangannya itu diakui/dianggap diakui maka kebenaran formilnya dari akta di bawah tangan itu sama dengan akta otentik.”
3.      Dalam pasal 1875 KUHPer
“Apabila akta di bawah tangan tersebut sudah diakui oleh yang menandatangani maka akta tersebut merupakan akta yang sempurna seperti akta otentik terhadap yang menandatanganinya, para ahli waris dan mereka yang mendapat hak daripadanya”
Terhadap orang ketiga berlaku pembuktian bebas.

Saksi-Saksi
Pada dasarnya kepentingan saksi-saksi dalam kontrak baru terasa pada saat terjadinya sengketa yang berhubungan dengan kontrak itu.
Karena selain kontrak yang telah dibuat tadi saksi adalah merupakan salah satu alat bukti dalam perkara perdata dikaitkan dengan pembuktian tentang akta di bawah tangan yang dibantah kebenarannya oleh salah satu pihak, maka saksi akan muncul untuk memberikan keterangan tentang kebenaran formil tentang kontrak yang bersangkutan.
Jadi yang diperlukan untuk diperhatikan saksi-saksi dalam kontrak itu adalah :
1.      Saksi-saksi yang terbatasnya hanya pada peristiwa penandatanganan suatu kontrak mengenai :
a.      Waktu
b.      Tempat
c.      Serta para pihak yang membutuhkan tanda tangannya pada kontrak yang dimaksud.
Sedangkan hal-hal yang terjadi sebelum dan sesudahnya tidak perlu diketahui oleh saksi.
2.      Bahwa oleh karena saksi akan hadir pada persidangan dalam sengketa tersebut maka ia harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh hukum pembuktian yang dilarang menjadi saksi adalah :
a.      Hubungan darah dari atas ke bawah
b.      Hubungan semenda
c.      Hubungan suami isteri/yang sudah bercerai
d.      Hubungan pekerjaan
Yang apabila dijadikan saksi dapat mengundurkan diri yaitu hubungan darah kiri ke kanan (mengenyampingkan).
3.      Bahwa suatu saksi bukanlah saksi artinya saksi harus lebih dari satu sebagai yang diisyaratkan oleh pasal 1802 BW : Bahwa keterangan seorang saksi saja tanpa satu alat bukti yang lain di muka pengadilan tidak boleh dipercaya.

Pembebanan Bea Materai
Dasar Hukum
UU No. 13 tahun 1965 tentang pembebanan bea materai, PP No. 24 tahun 2003 tentang perubahan tarif bea materai dan besarnya batas penggunaan bea materai.
Ada surat-surat tertentu yang harus bermaterai karena peristiwa tersebut tidak akan terulang lagi sesuai UU No. 13 tahun 1995.
UU No. 13 tentang bea materai mengisyaratkan bahwa terhadap dokumen yang tersebut di bawah ini dikenakan bea materai yaitu :
1.      Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang disebut untuk tujuan yang digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan pernyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
Ex : Perbuatan pengalihan surat warisan (surat keterangan warisan).
2.      Akta-akta notaris termasuk salinannya
3.      Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
4.      Surat yang memuat jumlah uang yaitu :
a.      Surat yang menyebutkan nilai uang. Ex : Kuitansi
b.      Yang menyatakan pembuktian uang/penyimpanan uang dalam rak di bank.
c.      Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank
d.      Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya/sebagiannya telah dilunasi/diperhitungkan.
e.      Surat berharga seperti wesel, aksept, promes.
f.       Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
1)      Surat-surat biasa. Ex : Surat-surat kerumahtanggaan
2)      Surat-surat yang semula tidak dikenakan bermaterai berdasarkan tujuan jika digunakan untuk yang lain/digunakan oleh orang lain selain dari maksud semula.
Bagaimana kalau kontrak tidak dikenakan bea materai ?
Bea materai bukanlah syarat sah suatu kontrak sehingga ia tidak berpengaruh atas keabsahan kontrak yang dibuat oleh para pihak. Hanya saja oleh UU diisyaratkan adanya sanksi administrasi terhadap pelanggaran atas penggunaan bea materai yang dimaksud.
Adapun sanksi yang dimaksud adalah berupa denda sebesar 200% dari bea materi yang tertentu.
Di samping itu apabila suatu kontrak tidak dikenakan bea materai maka dokumen kontrak tersebut tidak dapat diterima sebagai alat bukti apabila para pihak berperkara mengenai perikatan yang telah dibuat tersebut.

Hapusnya Kontrak/Berakhirnya Perjanjian (Pasal 1381)
Pasal 1381 tentang berakhirnya perjanjian :
1.      Para pihak telah menentukan dalam perjanjian yang mereka buat.
Misalnya : Mereka menentukan dalam perjanjian yang dibuat oleh mereka bahwa perjanjian itu akan berakhir untuk waktu tertentu seperti hanya untuk 5 tahun.
2.      UU telah menetapkan batas waktu berlakunya suatu perjanjian
3.      Para pihak yang terlibat dalam perjanjian/UU dapat menentukan bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa maka perjanjian berakhir.
Ex :   Perjanjian kerja akan berakhir dengan meninggalnya buruh yang bersangkutan.
4.      Dikeluarkannya pernyataan penghentian perjanjian yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak/oleh salah satu pihak.
Ex : Pasal 1318 BW menyatakan bahwa perjanjian pemberian kuasa yang dapat berakhir dengan ditarik kembali kuasanya oleh pemberi kuasa dari yang diberi kuasa.
5.      Adanya putusan hakim
Hapusnya perjanjian karena putusan hakim dapat terjadi jika salah satu pihak/ kedua keduanya meminta kepada hakim untuk menghapuskan perjanjian.
Ex : Oleh karena satu pihak melakukan perjanjian/syarat kontraknya no. 1 dan 2 tidak terpenuhi.
6.      Tujuan-tujuan perjanjian telah tercapai
Ex : Seorang pelukis yang menyelesaikan lukisannya yang dipesan dan pemesan telah menerima lukisan dan telah membayar upah pelukis.

Penyelesaian Sengketa
Dasar Hukumnya :
Keputusan MA RI tanggal 8 Februari 1983 No. 2424 K/Pdt/1981 dan No. 3992 K/Pdt/1983 dalam hal suatu perjanjian terdapat klausula arbitrase maka PN akan menolak untuk mengadili sengketa perjanjian tersebut karena hal ini merupakan kompetensi absolut.
Manfaat dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase yaitu :
a.      Hakim (partikulir) = pilihan para pihak yang merupakan orang-orang yang ahli dalam masalahnya.
b.      Prosesnya cepat  dibandingkan dengan peradilan negeri/pasal 16…(paling lama 6 bulan harus selesai).
c.      Peradilan tidak terbuka untuk umum karena itu perkaranya dirahasiakan.
d.      Putusan arbitrase dapat dieksekusi di luar negeri (lihat Milior Convention tahun 1958) dimana Indonesia ikut serta pada tahun 1981.

Contract Standard (Perjanjian Baku)
Perjanjian baku adalah perjanjian yang telah ditentukan oleh salah satu pihak. Ex. : Bank.
Pemakaian perjanjian baku dalam dunia perdagangan dirasakan sebagai suatu hal yang sangat efisien terutama di lapangan asuransi dan perbankan perjanjian baku banyak dipergunakan. Hal-hal yang dianggap sudah barang tentu harus dimuat dalam suatu perjanjian tertentu pasti sudah akan dimuat secara lengkap dan terperinci.
Hal-hal yang masih memerlukan pembicaraan dengan pihak lawan dikosongkan, baru akan diisi setelah dibicarakan dengan pihak yang bersangkutan.
Di dalam perjanjian baku, apakah kehendak untuk membuat perjanjian itu masih ada atau tidak ada ?
Sebenarnya dengan ditandatangani perjanjian baku tersebut kata sepakat telah tercapai.
Apabila perjanjian baku yang tidak memenuhi unsur (mengandung penyalahgunaan keadaan) maka perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan (yang disebut dengan perjanjian Misbruk van Constanding Heden/Undue Influence).
Faktor-faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan keadaan atau kekuasaan ekonomi adalah :
1.      Adanya syarat-syarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak masuk akal/ yang tidak patut/bertentangan dengan perikemanusiaan.
2.      Hampir atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan.
3.      Apabila terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak ada pilihan lain kecuali membuat perjanjian tersebut dengan syarat-syarat yang termuat sebelum perjanjian yang memberatkan.
4.      Ternyata nilai hak dan kewajiban bertimbal balik kedua belah pihak adalah sama tidak seimbang.
Hakim memberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian dengan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan/keadilan. Ini berarti, hakim berkuasa untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya, manakala pelaksanaan menurut huruf itu akan bertentangan dengan itikad baik.
Kalau ayat (1) pasal 1338 dapat dipandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum, maka ayat (3) harus dipandang sebagai syarat suatu tuntutan keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar